Para ilmuwan membuat pasien koma bisa berkomunikasi dengan cara 'menyentak' otak mereka. Jadi pasien menjalani prosedur stimulasi arus searah transkranial (tDCS). Prosedur ini menggunakan elektroda yang diletakkan di kepala untuk merangsang daerah otak yang ditargetkan.
Dikutip dari Daily Mail, tim peneliti dari University of Liege di Belgia yang dipimpin oleh ahli saraf Aurore Thibaut meletakkan headset di atas korteks prefrontal pasien, yakni area yang mengendalikan kesadaran. Dalam dua jam setekah pasien mendapat 'sentakan', pasien yang koma merespons dengan menggerakkan bagian tubuhnya.
Untuk memperkuat penelitian, para ilmuwan kemudian mengujicobakan pada 16 pasien yang mengalami kerusakan otak sehingga tidak bisa berkomunikasi setidaknya selama tiga bulan terakhir. Separuh pasien menjalani uji coba dengan stimulasi otak selama 20 menit setiap hari. Kegiatan dilakukan lima hari berturut-turut. Sementara itu setengah pasien lainnya diberi stimulasi menggunakan frekuensi yang rendah sehingga tidak berpengaruh.
Apa hasilnya? Menjelang akhir pekan, dua pasien yang mendapat stimulasi di otak dengan optimal bisa berkomunikasi dengan menggerakkan bagian tubuhnya. Tentunya hal ini menjadi terobosan besar dan bisa lebih dikembangkan untuk membantu pasien-pasien dengan gangguan komunikasi yang tinggal di rumah.
Menurut peneliti, ada beberapa faktor yang berpotensi membalikkan efek tDCS yang diberikan seperti jenis kelamin, hormon, obat-obatan dan lain-lain.
Efek penggunaan alat tersebut bisa bertahan hingga seminggu. Namun peneliti masih akan melihat dampak jangka panjang penggunaan alat tersebut. Termasuk bila digunakan selama lima jam setiap hari atau misalnya digunakan terus-menerus selama tiga bulan. Belum diketahui juga apakah arus listrik yang diaplikasikan ke kulit kepala bisa meluas sasarannya.
0 comments:
Post a Comment